Selamat Datang

Kami berpegang pada prinsip tumbuh pohon; berkembang secara perlahan, tapi pasti.
Bantu kami untuk menjadi penghuni jagad digital

Friday, August 26, 2011

RAMADHAN UNTUK KEMERDEKAAN


Oleh: Sifrul Akhyar Kastolani*

                "Dirgahayu INDONESIAKU!!! Semoga lekas bangkit dari Keterpurukan.. amin." kalimat ini dengan lantang diucapkan Ahmad Farobi di akun facebooknya tepat di hari peringatan kemerdekaan Republik Indonesia ke-66. Kalimat senada banyak bertebaran di akun-akun facebook dan twitter warga Indonesia lainnya. Jika menengok kedalam realita, ungkapan alumnus Darunnajah diatas ada benarnya. Carut-marut beraneka macam persoalan politik, hukum, ekonomi, pendidikan, budaya, moral dan lain sebagainya masih silih berganti seolah tanpa ujung. Inilah yang mengindikasikan bahwa saat ini negri dengan julukan "gemah ripah loh jinawi" tersebut sedang terpuruk.
                Prestasi kita sebagai negara demokrasi secara prosedural sungguh membanggakan karena bisa melaksanakan pemilu secara damai, baik pemilu legislatif ataupun pemilu presiden. Namun, prestasi bagus dalam pemilu tersebut patut dipertanyakan manakala kita melihat tetap maraknya politik tebar pesona dan politik pragmatisme yang semakin masif di setiap agenda pemilu berlangsung. Janji-janji manis para stockholder politik berbuah isapan jempol belaka. Negara, bukan lagi milik rakyat akan tetapi milik golongan tertentu. Kata demokrasi hanya dijadikan tameng para elit politik negri ini. Akibatnya, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
                Reformasi yang digulirkan 13 tahun lalu juga belum membuahkan hasil yang signifikan. Perbaikan birokrasi dari mulai tingkat kementerian hingga kelurahan juga masih menjadi slogan di mulut tanpa ada aksi yang jelas. Bahkan, reformasi birokrasi di tubuh institusi penegak hukum seakan-akan semakin flashback mengingat maraknya kasus-kasus mafia hukum yang membelenggunya. Sebutlah kasus mafia pajak Gayus, kasus rekening gendut polisi, kasus jaksa dan hakim tertangkap basah menerima suap, kasus cecak vs buaya, dan kasus-kasus lainnya yang sangat ironis dan sekaligus menggemaskan, karena sebagai aparat penegak hukum mestinya mereka memberikan contoh yang baik kepada rakyat dan mengemaskan karena presiden sebagai kepala negara seolah-olah membiarkan itu semua terjadi ataupun kalau bertindak hanya setengah-tengah dengan membentuk satgas-satgas yang semestinya tidak cukup hanya itu. Tak kalah menarik ketika menyimak episode terbaru bertema "petak umpet" antara penegak hukum dengan bendahara partai pemenang pemilu, Nazaruddin. Dengan kondisi bangsa dan negara yang masih demikian memprihatinkan dan datangnya peringatan kemerdekaan bangsa tahun ini yang bersamaan waktunya dengan pelaksanaan puasa bulan Ramadhan, semestinya momentum ini harus dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan diri di segala lini kehidupan dan tentu muaranya adalah perbaikan kondisi bangsa Indonesia ke depan.. Perbaikan ini bisa dilakukan dengan menggalakkan kembali reformasi di segala bidang atau dengan kata lain menggelorakan reformasi jilid ke-2.
                Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah puncak perjuangan bangsa ini melawan segala bentuk penjajahan dan penindasan oleh bangsa asing. Sedangkan, dalam siklus tahunan kalender Hijriyah, puasa Ramadhan pada hakekatnya juga merupakan perjuangan melawan penjajahan nafsu dan sifat-sifat hayawaniyah serta sifat-sifat syaithoniyah atas diri seorang muslim untuk mencapai kemerdekaan diri dan menjadi lebih betaqwa. Dengan demikian, bisa diambil makna bahwa hadirnya Ramadhan yang bersamaan dengan peringatan 17 Agustus tersebut, merupakan seruan kepada bangsa Indonesia untuk menuju kemerdekaan yang yang sempurna. Kemerdekaan fisik yang telah diraih itu harus disempurnakan supaya tidak merdeka secara prosedural semata, namun juga merdeka secara ruhani pula.
                Selama ini kita telah gagal memaknai arti dan menafsirkan makna kemerdekaan.. Kemerdekaan diartikan sebagai serba boleh dan serba bebas. Kemerdekaan ditafsirkan sebagai usaha untuk bebas menerabas tanpa kenal aturan dan norma-norma yang ada. Akhirnya, kemerdekaan mempunyai makna yang salah sebagai kebebasan yang tanpa batas; bebas korupsi, bebas menilap uang negara, bebas menggarong, bebas beringkar janji, bebas menindas, bebas menyeleweng, bebas menarik upeti kepada rakyat, bebas memeras dan seterusnya. Padahal semua ini adalah wujud kebobrokan hati dan mental-spiritual. Sehingga walau kita sudah merdeka, kondisi negara dan bangsa ini masih sangat memprihatinkan seperti yang diuraikan diatas.
                Pada hakekatnya, puasa sebagai pengendali diri merupakan kekuatan pembebas untuk kebobrokan hati dan mental, akan tetapi selanjutnya diumpamakan juga sebagai upaya untuk menuju kemerdekaan yang sempurna tersebut, kemerdekaan yang tidak hanya lepas dari penjajahan kaum kolonial secara prosedural, namun lebih dari itu kemerdekaan yang terbebas dari campur tangan asing pada urusan negara dan bangsa serta juga terbebas dari berbagai jeratan penyakit hati dan jiwa.
Puasa Ramadhan kali ini bertepatan dengan peringatan proklamasi kemerdekaan negara Indonesia, maka harus bisa difungsikan untuk menuju kemerdekaan sejati, yakni kemerdekaan lahir dan batin, dengan jalan menggelorakan kembali reformasi di segala bidang kehidupan. Dengan reformasi birokrasi di semua kementrian dan institusi penegakan hukum diharapkan prilaku koruptif bisa dikurangi dan dicegah. Kemudian, dengan menurunnya korupsi yang signifikan secara otomatis keadilan dalam berbangsa dan bernegara segera bisa diraih sehingga tercapailah kemakmuran yang dicita-citakan oleh para founding-father bangsa ini. Maka, mari bersama kita refleksikan hikmah Ramadhan untuk kemerdekaan Indonesia.

                                                                                               *Penulis adalah Bag. Layouter Perdana

No comments:

Post a Comment